I. Pengertian
Tarekat
Tarekat, berasal dari kata Arab thariqah, secara
harfiah berarti jalan. Yang dimaksud ialah jalan terbuka menuju Tuhan, atau
dengan kata lain sebagai ( the fath, the way ) yang ditempuh oleh
seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.1
Seorang sufi digambarkan seperti seorang pengembara ( salik, man salaka
thariqan ) yang harus menempuh perjalanan panjang dan penuh dengan berbagai
kesulitan. Ia harus melewati berbagai keadaan atau tingkatan rohani yang dalam
diskursus taswawuf dikenal dengan sebutan maqamat wa ahwal seperti taubat,
zuhud, sabar, tawakal, ridha,dan mahabbah (cinta kepada Tuhan), sebelum
akhirnya ia memperoleh pengalaman rohani ma’rifah (mengetahui Tuhan dengan hati sanubari ), dan
bersatu dengan Tuhan. Pengalaman rohani ma’rifah dan persatuan dengan Tuhan
sebagaimana dimaksud oleh para sufi, adalah keadaan dekat dengan Tuhan dalam
arti yang sebenarnya.2
Syekh Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan tarekat sebagai
:
الطريقة
هي العمل بالشريعة والأخد بعزائمـها والبعد عن التسهل فيما لا ينبغى التسهل فيه
“Tarekat adalah pengalaman syariat dan melaksanakannya dengan
penuh kesungguhan dan ketekunan, serta menjauhkan diri dari sikap mempermudah
terhadap apa-apa yang memang tidak boleh dipermudah.” 3
Selanjutnya tarekat juga difinisikan
sebagai :
الطريقة
هي اجتناب المنهيات ظاهرا وباطنا وامتثال الأوامر الإلهية بقدر الطاقة
“Tarekat adalah menjauhi
larangan-larangan baik yang dzahir maupun bathin dan menjunjung
tinggi perintah-perintah Tuhan menurut kadar kemampuan.
Sedangkan menurut Ibn Arabi
yang dimaksud dengan tarekat adalah :
الطريقة هي اجتناب المحرمات
والمكروهات وفضول المباحات واداء الفرائض وما استطاع من
النوافل تحت رعاية عارف من اهل التهيات
“Tarekat adalah menghindari yang
haram dan makruh serta berlebih-lebihan dalam hal mubah, melaksanakan hal-hal
yang diwajibkan serta hal-hal yang sunnat sebatas kemampuan di bawah bimbingan
seorang yang arif dari ahli nihayah.4
Dari pengertian-pengertian di atas
dapat dilihat bahwa tarekat berhubungan dengan dua hal yaitu ; pertama berkaitan
dengan amalan-amalan atau latihan-latihan kerohanian melalui cara-cara tertentu
untuk dapat dekat dengan Tuhan. Dan kedua, adalah berkaitan dengan
cara-cara yang ditempuh tersebut berasal dari bimbingan seorang syekh yang arif
yang lambat laum membentuk ordo, lembaga atau organisasi (terekat) yang
mempunyai Syekh, ritual dan bentuk-bentuk dzikir tertentu. Sehingga tarekat
yang pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Tuhan dan
digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi soerang syekh. Lama
kelamaan seiring dengan berjalannya waktu kelompok ini kemudian menjadi
lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan
aturan-aturan khusus yang berlaku dalam kelembagaannya. Dengan kata lain,
tarekat adalah tasawuf yang melembaga. Kalau diilustrasikan mengenai hubungan
antara tasawuf dan tarekat, dapat kita nyatakan bahwa apabila tasawuf
diibaratkan sebagai upaya seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhan,
maka tarekat adalah merupakan cara atau jalan yang ditempuh oleh sesorang hamba
dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Demikianlah kiranya hubungan
antara tasawuf dengan tarekat.5
Istilah thariqah sering dikaitkan dengan dua
istilah lainnya, yaitu syar’iah, dan haqiqah. Baik syari’ah
maupun thariqah, keduanya
berarti jalan. Yang dimaksud dengan syari’ah ialah jalan utama yang berisi
peraturan-peraturan keagamaan yang bersifat umum. Sedangkan thariqah ialah
jalan yang lebih sempit yang terdapat dalam jalan utama ( syari’ah ).
Thariqah mengandung peraturan-peraturan yang lebih khusus, yang diperuntukan
bagi mereka yang ingin mencapai tingkat keagamaan yang lebih tinggi. Sedangkan haqiqah
berarti kebenaran, yang dimaksud ialah Tuhan, atau pengetahuan yang
sebenarnya tentang Tuhan, yang ingin dicapai melalui syari’ah dan thariqah.
Menurut satu teori , syari’ah digambarkan sebagai lingkaran, sedangkan thariqah
adalah jari-jari yang terdapat dalam setiap lingkaran. Setiap jari-jari yang
terdapat dalam lingkaran tersebut ditarik menuju kepada suatu titik, yaitu haqiqah
yang berfungsi sebagai pusat lingkaran.6
Gambaran tersebut memberikan gambaran bahwa jalan yang ditempuh oleh seorang
sufi ialah jalan untuk mencapai haqiqah melalui pengamalan syari’ah dan
thariqah.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah thariqah, dalam
bahasa Indonesia lazim disebut tarekat, yang dipergunakan untuk merujuk
kepada sebuah lembaga, perkumpulan atau
organisasi pengamal tasawuf ( sufi orders, sufi organizations ) yang
didirikan oleh para murid sufi untuk meneruskan metode tasawuf yang
dikembangkan oleh guru sufi (mu’asis). Unsur utama dalam organisasi sufi ( tarekat
) adalah ialah, pertama, ialah adanya Syaikh dan Murid, seorang
Syaikh memberikan bimbingan kepada Murid tentang jalan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan dengan menempuh tahapan-tahapan seperti yang telah disebutkan di
atas. Kedua, setiap tarekat mengajarkan peningkatan iman, akhlak, dan
ibadat kepada Tuhan atas dasar tuntunan al-Qur’an dan sunnah Nabi. Ketiga, setiap
tarekat mengajarkan formula tertentu ( awrad ) untuk mencapai pengalaman
rohani dekat dengan Tuhan. Pada umumnya cara tersebut terdiri dari dzikr
atau wirid-wirid yang dibaca secara istiqamah pada waktu-waktu tertentu.
Pada mulanya bentuk tarekat bersifat sederhana. Hanya
terdiri dari sekelompok murid berkumpul pada seorang Syaikh ( Murad ) untuk
menjalankan berbagai latihan atas dasar kerja sama atau persahabatan ( li
al-shuhbah wa dars wa riwayah ) tanpa adanya suatu ikatan tertentu yang
bersifat mengikat. Namun dalam perkembangan selanjutnya timbul berbagai aturan
yang kompleks dalam organisasi tarekat, seperti bay’at atau talkin, berbagai
bentuk perjanjian, khirqah ( pakaian khusus ), sislisah, sanad
dan sebagainya.
II. Selayang
Pandang Mengenai Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah
Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah
adalah merupakan tarekat yang menggabungkan prinsip-prinsip ajaran tarikat
Qodiriyah, sebuah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani
(wafat 561 H/1166 M di Baghdad).
Dan Tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Baha al-Din Naksyabandi
dari Turkistan, wafat 1399 M di Bukhara. Tarekat
Qadiriyah dan Naqsabandiyah merupakan dua buah tarekat yang dipenghujung abad
ke XX banyak diamalkan oleh kaum muslimin di Turki,
Pakistan, Malaysia, dan Indonesia. Keduanya adalah
merupakan tarekat yang mu’tabarah, yakni tarekat yang diakui
kebenarannya bersumber kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi.7
Pada perkembangan selanjutnya, di Indonesia salah satu pesantren yang menjadi
pusat pengembangan tarikat Qadiriyah-Naqsabandiyah adalah Pesantren Suryalaya,
yang berarti tempat matahari terbit. Sebuah Pesantren di kampung Godebag,
Tasik Malaya Jawa Barat, yang sampai saat ini telah genap berusia 100 tahun.8
Pesantren yang didirikan oleh Syeikh Abdulah Mubarok bin
Nur Muhammad, bergelar abah sepuh hingga masa Abah Anom panggilan akrab K.H.A.
Shahibul Wafa Tajul Arifin sesepuh pesantren sejak tahun 1956 sampai sekaran memang
lebih banyak diarahkan menjadi pusat pengembangan tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah.
Amalan utama dari tarekat ini adalah dikrullah ; yaitu dzikir kepada
Allah dengan dengan mengucapkan la ilaha illallah, selesai sembahyang
wajib sekurang-kurangnya 165 kali. Namun di luar waktu sembahyang wajibpun
tidak dilarang mengamalkan dzikir ini, bahkan dianjurkan, terutama bagi
mereka yang sedang mabuk, atau hilang ingatan karena kecanduan narkotika.
Dzikir yang diajarkan dalam tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah adalah dikr
jahar, yakni dzikir yang diucapkan dengan suara yang keras,
sedangkan dikr yang lainnya adalah dikr khafi, yaitu dzikir yang
tidak diucapkan dengan bunyi suara yang keras, tetapi cukup diingat dalam hati
saja.
Tarekat dzikir yang pertama (dikr jahar) lazim
disebut tarekat Qadiriyah, sedangkan tarekat dikr yang kedua (dikr
khafi) terkenal dengan nama tarekat Naqsabandiyah. Ajaran tarekat yang
pertama dinisbahkan kepada seorang Mursyid yang terkenal pada abad ke 12 Masehi
Syeik Adb al-Qadir al-Jailaini yang berada pada urutan nomor sembilan belas dalam silsilah tarekat Qadiriyah setelah Imam
Musa al-Kadzim, Ja’far Shadiq, Muhammad al-Baqir, Zainal Abidin, Husein bin Ali,
dan Ali Ibn Abi Thalib.9
Sementara yang menduduki peringkat paling tinggi dalam silsilah tersebut adalah
Rasulullah saw sendiri. Nama-nama mursyid tersebut hampir semuanya berasal dari
kalangan ahl-albait.
Sebenarnya bukan Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani yang
memberi nama tarekat dzikir ini dengan namanya sendiri, tetapi dari seorang
murid beliau yang paling dekat, bahkan kemudian menjadi mursyid tarekat ini,
yaitu syeik Abd al-Aziz, mursyid tarekat yang ke dua puluh.
Nama tarekat tersebut nampaknya tidak terlalu
dipersoalkan oleh pihak Pondok Pesantren suryalaya. Yang dipentingkan adalah
pengamalan yang konsisten. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa tarekat
dikr ini sejak masa Syeikh Abd al-Aziz sampai masa K.H Sohibul Wafa Tajul
Arifin, yang merupakan mursyid yang ke tiga puluh tujuh, tidak akan diganti
dengan nama lain. Nama Qadiriyah akan terus diabadikan, sebagai penghormatan
murid-murid tarekat ini kepada Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani, seorang ulama
tasawuf yang mendapat gelar sulthan al-awliya, raja kekasih Allah.
Adapun dikr al-khafi mengacu kepada pengamalan
tarekat Naqsabandiyah, yaitu sebuah tarekat dzikr yang dinisbahkan kepada Syeik
Muhammad Baha al-Din Naqsabandi al-Uwaisi-al-Bukhari di Bukhara, bekas wilayah Uni Sovyet.10
Di Pesantren Suryalaya kedua tarekat ini dipadukan
secara harmonis menjadi suatu amalan yang serasi, yaitu pengamalan dikr
jahar, sebagai perwujudan amalan Tarekat Qadiriyah, dan pengamalan dikr
khafi sebagai realisasi amalan Tarekat Naqsabandiyah. Tujuan pengalaman
kedua Tarekat ini tercakup dalam sebaris do’a yang selalu diucapkan oleh ikhwan
( anggota persaudaraan tarekat ) Suryalaya, yang berbunyi :
إلهي
انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبّتك ومعرفتك
Ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi a’thini mahabataka wa
ma’rifataka ( Ya Tuhanku ! Engkaulah yang aku
maksud, Keridhaan-Mu lah yang aku cari, berilah aku kemampuan untuk bisa
mencintai-Mu dan ma’rifat kepada-Mu ).
Menurut Abah Anom do;a tersebut mengandug tujuan taqaruban
ila Allah, yakni mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan ubudiyah,
sehingga tidak ada satupun yang menjadi tirai penghalang antara seorang abid
(hamba) dengan ma’bud, atau antara khalik dan makhluq.
Maksud selanjutnya, menuju jalan mardhatillah, yakni jalan yang diridhai
Allah dalam melakukan ibadah. Semua itu demi cinta kepada Allah, cinta dalam
pancaran ma’rifah kepada Allah.
Apabila cinta kepada Tuhan sudah tumbuh, maka timbulah
berbagai hikmah, diantaranya membiasakan diri dalam beribadah lahir bathin, dan
mewujudkan keadilan, yakni menempatkan dan menetapkan sesuatu sesuai dengan
haknya. Kecuali itu, pancaran cahaya mahabah ini akan melahirkan kasih
saying kepada sesama makhluk Tuhan, termasuk cinta kepada nusa dan bangsa.
Tujuan yang ingin dicapai oleh Tarekat Suryalaya ini
pada dasarnya adalah tidak berbeda dengan apa yang ingin dicapai oleh para sufi
besar seperti Rabi’ah al-Adawiyah, yaitu meraih cinta Tuhan, atau Zunun al-Mishri
dengan cita-citanya mencapai ma’rifat Yang Maha Benar. Meskipun pada
praktiknya para sufi besar seperti yang telah disebutkan tersebut, oleh para
penulis modern, baik dari kalangan muslim maupun non muslim, sering digambarkan
sebagai makhluk anti sosial, berpaling dari dunia. Di mana hidup mereka sangat
sederhana, dan semata-mata kehidupannya hanya diabdikan untuk kepentingan hidup
keakhiratan.
III. Tarekat Suryalaya dan Tasawuf Modern
Tarekat
Suryalaya, kecuali dibangun dibangun di atas prinsip-prinsip syariat yang kokoh,
juga mempunyai kiat sendiri untuk mengubah citra tasawuf yang bersifat negatif,
yang terkesan jumud dan berpaling dari dunia. Kesan modern dengan demikian menjadi
kuat, bukan saja pada keadaan fisik pesantren Suryalaya yang memiliki lembaga
pendidikan dari tingkat TK sampai perguruna tinggi, pusat latihan keterampilan,
puskesmas, koperasi, samapai pada peternakan sapid an proyek pengumpulan bibit
tanaman langka, tetapi juga penampilan para guru tarikat yang tidak lagi
terbenam dibalik jubah, surban, biji tasbih, dan tafsiran-tafsiran tasawuf yang
dikotomis.
Misalnya mengenai bebarapa isitilah tasawuf, seperti zuhud,
cinta dan lain-lain. Abah Anom nampaknya dapat digolongkan kepada ulama
tasawuf yang ingin melakukan pemurnian ajaran tersebut dari penafsiran yang
menyimpang dari semangat al-Qur’an, yaitu penafsiran yang mengakibatkan
kehidupan umat menjadi dikotomis antara dunia dan akhirat, dan diantara
nilai-nilai rohaniah dan nilai-nilai kebendaan. Pemahaman ajaran tasawuf dalam
tarekat Suryalaya secara ringkas dapat dirumuskan sebagai berikut ; kejarlah
dunia sebanyak-banyaknya, kejarlah harta sebanyak-banyaknya, pangkat
setinggi-tingginya, tetapi hendaknya semua itu tidak membuat engkau lengah dari
berdikr kepada Allah. Bahkan mengejar kepentingan dunia itu harus dalam
kerangka ibadah kepada Allah.
Pandangan Abah Anom tentang cinta dapat dilihat dalam penjelasannya
mengenai orang-orang beriman yang sangat mencintai Allah ;
( tûïÉ‹©9$#ur (#þqãZtB#uä ‘‰x©r& ${6ãm °! 3
Yang artinya “orang-orang yang beriman sangat
mencintai Allah.”11 Ayat
ini menurutnya tidak mengandung pengertian meniadakan cinta kepada makhluk.
Tetapi cinta itu harus terarah hingga sampai kepada Sang Khaliq. Cinta
kepada yang lain itu harus selalu berada di bawah naungan cinta kepada Allah
Sang Maha Pencipta. Seseorang yang sudah dikaruniai Allah swt rasa mahabbah
kepada-Nya, tentu juga akan mencintai dan menyayangi ciptaan-Nya, antara lain
cinta tanah air, sehingga segala keadaannya menjadi terpelihara, teratur, tertib
dan rapi sebagai mana tujuan dari penciptaan itu sendiri. Sebaliknya belum
tentu seseorang yang mencurahkan rasa cintanya kepada makhluk semata-mata akan
bisa sampai pada tahap cinta kepada Allah “Sang Khaliq”.
Sesungguhnya mahabbah kepada Allah swt. Merupakan
jembatan emas untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu
orang-orang mukmin yang mutaqin senantiasa akan terus berupaya untuk
meningkatkan rasa cinta kepada Allah dalam rangka memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah dalan surat Ali Imran ayat 64 “ Bagi
mereka—orang-orang yang beriman—segala kebahagiaan dalam penghidupan dunia dan
kahirat.”
Dari sela-sela kehidupan dan pandangan guru tarekat di
abad informasi sekarang ini, kita tidak akan merasa heran apabila Suryalaya
kini telah benar-benar menjadi tempat terbit matahari tasawuf, yang
dapat menyinari dan menghangatkan kalbu manusia modern yang merindukan
kehangatan batin dan ketentraman kalbu yang membeku akibat dinginnya modernitas
dari entitas-entitas spiritual melalui percikan-percikan dzikr kepada
Allah, al-Khalik Yang Maha Lembut.
IV. Metode Suluk dan Talqin : Institusi Dikr Tarekat Suryalaya
Ibadah yang menjadi ciri penganut suatu tarekat ialah dikr, secara
harfiah, berarti mengingat Tuhan. Dikr dapat dilakukan dengan diam atau
bersuara, keduanya mempunyai dasar dalam al-Quran. Menurut sebagaian kaum sufi,
dzikr keras dianggap sebagai suatu cara untuk membawa kepada ekstase.
Pengulangan kata “Allah” atau la Ilaha Illa Allah” yang diucapkan secara
berirama dan diikuti gerakan tertentu, dapat menyebabkan keadaan trance.
Terdapat berbagai aturan tentang cara berdzikir : jahri, khafi ; dalam
pembagian yang lebih rumit : dzikr al-lisan, al-nafs, al-qalb, al-ruh
al-sir, al-khafi, akhfa-al-khafi. Dzikir yang telah berkembang biasanya
dihubungkan dengan suatu cara pengaturan nafas. Tradisi Naqsabandi mengajarkan dzikir
lima lathaif.
Sejak abad ke 9 tasbih atau subhah, berbatu tiga puluh tiga, atau
sembilan puluh sembilan, digunakan untuk menghitung formula dzikr, akan
tetapi sebagian sufi menganggap sarana ini sebagai permainan yang kadang
melalaikan.12
Untuk mendapatkan
gambaran tentang pelaksanaan dikr dalam tarekat Suryalaya adalah sebagai
berikut ; bagi tamu yang ingin belajar dzikir, akan dipersilahkan mengikuti
prosesi yang disebut talqin dikr yang dipimpin oleh guru mursyid, atau
oleh para wakilnya yang disebut wakil talqin. Talqin itu sendiri secara tekstual
kebahasaan berarti nasihat atau wejangan. Namun yang dimaksud di sini adalah
sebuah proses menghidupkan kalbu yang lupa kepada Allah dengan menanamkan
dzikir khafi di dalamnya, sehingga setelah talqin ini diharapkan akan
senantiasa ingat kepada Allah.
Selain itu, mereka
dibimbing juga untuk melakukan dzikir jahar yang benar menurut tata tertib
telah dibakukan oleh para ahli tasawuf, yaitu mengucapkan la yang
dimulai dari pusat, kemudian di tarik sampai ke ubun-ubun. Mengucapkan illaha
ke bawah dada sebelah kanan dan illa Allah ke bawah dada sebelah
kiri, hingga kalimah thayibah tersebut terasa secara mantap, dan menembus lubuk
kalbu yang paling dalam. Taqin ini dibuka dan ditutup dengan nasihat yang
menyentuh dan menyadarkan manusia akan kelalaiannya terhadap Allah, dengan
senantiasa melakukan pelbagai dosa yang membuat hati semakin hitam pekat,
kondisi batin yang kelam, gelap dengan noda-noda maksiat yang senantiasa kita
lakukan, akibat diri kita sepenuhnya dikendalikan oleh setan. Karena itu pada
saat di talqin, tidak sedikit calon ikhwan Suryalaya yang mencucurkan
air mata karena menyesali perbuatannya,dan bertekad kembali ke jalan Allah
dengan sepenuh hati. Apabila yang ditalqin seorang abangan, maka
sebenarnya dengan talqin ini—atau lebihjauhnya lagi tarekat
Qadiriyah-Naqsyabandiyah Suryalaya telah mengislamkan mereka secara sempurna.
Tidak saja secara formal, tetapi juga lubuk hatinya yang paling dalam. Tamu
pesantren Suryalaya yang tergolong jenis ini jumlahnya tidak sedikit, bahkan
terus meningkat.
Kegiatan talqin ini
juga disebut baiat, yakni janji setia seorang murid kepada guru bahwa,
yang dibaiat itu benar-benar bersedia mengamalkan ajaran tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah dengan sungguh-sungguh. Amal itu tidak lain mengucapkan
dzikir jahar setiap selesai sembahyang wajib sekurang-kurangnya 165
kali, dan dzikir atau mengingat kepada Allah swt. kapan dan di mana saja
sepanjang hari dangan memantapkan dzikr khafi.
Tidak sedikit tamu
yang semula sekedar ingin tahu, atau ingin menyembuhkan putra-putrinya dari
kecanduan narkoba, dan para dosen yang hanya datang untuk memberikan kuliah
pada Institut Agama Islam Latifah Mubarakiyah ( IAILM ), sebuah perguruan
tinggi Islam di lingkungan Pesantren Suryalaya, akhirnya tertarik untuk
engikuti talqin dzikir, bahkan menjadi pengamal tarekat ini secara
intens dan serius. Sebagaimana hal ini terjadi pada seorang guru besar Filsafat
dan Pemikiran Islam al-marhum Prof. Dr. Harun Nasution. Pada mulanya beliau
datang untuk memberikan kuliah umum di perguruan tinggi IAILM, namun akhirnya mengikuti talqin
dzikr, bahkan menjadi ketua tim penuslisan buku 85 tahun Pesantren
Suryalaya, Thariqah Qodiriyah-Naqsyabandiyah. Wa Allah a’lam bi
al-shawab.
V. Penutup
Demikian, uaian singkat mengenai tarekat qadiriyah naqsabandiyah di
suryalaya (tempat matahari terbit), di mana di pondok pesantren tersebut telah
dikembangkan ajaran dua tarekat besar tasawuf sunni yang mu’tabarah yakni
ajaran tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah. Sebagai lembaga yang
mengajarkan ajaran tasawuf tarekat Suryalaya telah banyak berkiprah dalam dunia
pendidikan dengan titik tekannya adalah peningkatan pengalaman spiritual
melalui amalan terakat yang dikembangkannya. Namun sebetulnya masih ada
keunikan yang lain dari terekat Suryalaya ini, yaitu pondok Inabah. Sebuah
panti rehabilitasi penyembuhan bagi para penderita gangguan kejiwaan akibat
kecanduan narkotika dengan metode dikr. Melalui dzikr tersebut mereka
diharapkan dapat sembuh dan kembali lagi ke lingkungan masyarakat, dan dapat
berbuat sesuatu yang positif bagi masyarakat.
Namun lebih dari
itu metode dzikr yang diajarkan dalam pondok Inabah sebenarnya ditujukan untuk
memberikan insight tasawuf, sehingga seseorang bisa selalu dipenuhi
dengan asma Allah. Melalui dzikr yang terus menerus dilakukan setiap hari,
sesorang dapat mencapai apa yang disebut oleh Carl gustav Jung sebagai arkeif
ketidaksadaran yang paling dalam, yaitu Allah. Dalam kesadaran inilah seorang
inabah mampu melakukan transformasi jiwa kea rah perkembangan spiritual yang
matang.
Dengan demikian
apabila inti agama berpusat pada persoalan mengenai tuhan dan kekuatan
adikodrati-Nya, maka agama adalah sebuah frame of reference, yang
memberikan kerangka orientasi dan objek pengabdian. Oleh karena itu kita
melihat bahwa tasawuf di Suryalaya bagi Inabah adalah suatu kerangka orientasi
dan allah itu sendiri sebagai yang diabdi. Kerangka orientasi tasawuf itu
adalah suatu cara hidup, di mana soerang Inabah ingin dipenuhi dengan
kualitas-kualitas Ilahiyah. Pemenuhan kualitas itu dilakuka melalui dzikir
(baik itu dzikir yang jahar maupun khafi). Dzikir yang jahar sangat penting
bagi orang yang merasakan banyak dosa dan noda (misalnya mereka yang mengalami
kecanduan narkoba), terutama untuk penyakit yang tidak terasa yang ada dalam
hati, sebagaimana firman Allah di dalam al-Qur’an ;
Dan
orang-orang yang apabila mereka mengerjakan kejahatan atau menganiaya diri
sendiri, mereka dzikir kepada Allah, maka mereka mendapat ampunan dari segala
dosanya. Dan memang tidak ada yang akan mengampuni segala dosa itu selain Allah.Dan
mereka tidak akan menruskan perbuatan jahat itu lagi. Sedang mereka mengetahui.13
Dalam dzikir,
seorang Inabah seorang inabah hanya memikirkan Allah. Di sinilah seorang Inabah
mengalami meditasi (al-tafakur), yaitu suatu ketidaktahuan yang
bijaksana. Dalam meditasi itu hakikat tuhan tidak menjadi objek pemikiran
(seperti pada filsafat), tetapi suatu yang dialami, sesuatu yang menurut
istilah tasawuf dirasakan aromanya. Dzikir menciptakan pengalaman keberagamaan
yang akan turut serta dalam penyembuhan ketergantungan narkoba.
* Makalah ini disampaikan dalam acara Seminar Kelas mata kuliah
Tasawuf dan Tarekat pada Program Pasca sarjana Program Studi Aqidah dan
Pemikiran Islam Semester III Tahun Ajaran 2006-2007 Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung.
2
Tharik adalah merupakan jalan yang lebih sempit dan lebih sulit untuk dijalani
seorang salik dalam upaya pengembaraan spiritualnya dalam mengarungi berbagai
persinggahan (maqam), sebelum akhirnya ia secara cepat atau lambat dapat
mencapai tujuannya, yaitu tauhid sempurna; yaitu pengakuan berdasarkan
pengalaman bahwa Tuhan adalah satu. Annemarie Schimmel, Mistical Dimension
of Islam, University of Nort Carolina Press, Chapel Hill USA, 1975.
5
Tasawuf dapat dimaknai sebagai sebuah upaya pengembagan dan pembebasan
kerohanian dalam bentuk-bentuk pengalaman spiritual dengan tujuan mencapai
hubungan yang begitu dekat dengan Tuhan, sedangkan terekat adalah
lembaga-lembaga yang mengajarkan tata cara dan jalan yang harus ditempuh bagi
seorang salik (pengembara spiritual) dengan ajaran dan metode-metode khusus
yang telah teruji yang diajarkan oleh muasis (pendiri tarekat), syekh (muryid),
dan guru-guru tarekat yang memiliki otoritas dalam bidang spiritualime
(jalan-jalan tasawuf) untuk mendekati Tuhan. Lihat H.M Jamil, Cakrawala
Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas, Jakarta, Gaung Persada Press, 2004, hlm. 122
7
Istilah Thariqah al-Mu’tabarah adalah sebuah istilah untuk membatasi dan
menjaga agar sebuah tarekat tersebut dianggap benar dan tidak menyimpang dari
ajaran syariat Islam. Di Indonesia istilah Thariqah al-Mu’tabarah ini biasanya
diidentikan dengan NU (Nahdatu al-Ulama) sebagai lembaga sosial keagamaan yang
berhaluan tradisional namun sangat berpengaruh di Indonesia. Sebagai lembaga
sosial keagamaan yang berhaluan tradisional NU disampaing mengurusi
masalah-masalah sosial, pendidikan, kepesantrenan juga mengurusi tentang
pemahaman keagamaan khsusunya dalam bidang tasawuf dan Tarekat dengan
mendirikan lembaga yang dinamakan dengan “Jam’iyah ahl al-Thariqah
al-Mu’tabarah al-Nahdiyah pada 10 Oktober 1957. Tujuan berdirinya lembaga ini
adalah untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan yang tak terkendali dalam
pengembangan tarekat di Indonesia.
Oleh karena itu istilah mu’tabarah untuk tarekat-terekat di Indonesia harus
sesuai dengan ketetapan-ketetapan yang ditetapkan oleh lembaga tersebut, yaitu
tarekat yang sanadnya mutasil kepada Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari
malaikat Jibril AS, dan malaikat Jibril AS dari Allah SWT. Lihat Hasil-hasil
Muktamar ke IX Jam’iyah ahl-al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyah, di
Pekalongan yang berlangsung pada 26-28 Pebruari 2000, Pekalongan, Sekretariat
Muktamat ke IX, 2000, hlm. 222
Tidak ada komentar:
Posting Komentar